Upaya Pemkot Prabumulih Dalam Penanggulangan Tuberkulosis

Pj Walikota Prabumulih, H.Elman, ST.MM.

PRABUMULIH, - Pemerintah Kota Prabumulih terus berupaya maksimal dalam melakukan penanggulangan Tuberkulosis (TBC) di Prabumulih.

TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menular dari satu orang ke orang lain melalui udara, biasanya ketika seseorang dengan TB aktif batuk atau bersin. Meski begitu, TB dapat disembuhkan dengan pengobatan yang tepat dan teratur selama enam bulan.

Terkait hal itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Prabumulih melaksanakan ketetapan kebijakan dan strategi program penanggulangan TB dengan membuat SK Satuan Tugas AIDS, Tuberkulosis dan Malaria (ATM) serta melakukan koordinasi lintas program, lintas sektor dan kemitraan dengan institusi terkait ditingkat Kota. 

Pemkot Prabumulih juga mendorong ketersediaan dan peningkatan kemampuan tenaga kesehatan dalam penanggulangan TB. Untuk pemantauan dan pemantapan mutu pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang diagnosis TB. Monev dan bimtek kegiatan penanggulangan TB, pemantapan surveilans epidemiologi TB ditingkat kabupaten/kota. 

Pj Walikota Prabumulih, H. Elman ST.MM mengatakan, Pemkot Pabumulih terus berupaya maksimal dalam melakukan penanggulangan kasus TBC, mulai dari sanitasi hingga pola hidup bersih dan sehat, terus disosialisasikan.

"Kita berharap jangan malu dan jangan takut untuk melapor, apabila ada gejala TBC dalam keluarga. Karena pasien TBC pasti akan sembuh jika rutin minum obat dan berobatnya juga gratis," ungkapnya, Rabu (7/8/2024).

Kepala Dinas Kesehatan Kota Prabumulih, dr Hj Hesti Widyaningsih MM, menekankan pentingnya kesadaran dan kepedulian tentang penemuan terduga TB, pencegahan penularan, pemeriksaan, dan pengobatan yang berkualitas. Dinkes Prabumulih, lanjut Hesti, berupaya meningkatkan keterlibatan semua fasilitas layanan kesehatan dalam memberikan layanan TB dengan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS).

Selain itu, Hesti menjelaskan bahwa pihaknya juga melibatkan mantan pasien TB dalam program pencegahan dan pengendalian TB."Keterlibatan mereka sangat penting karena mereka bisa memberikan motivasi dan edukasi yang lebih efektif kepada pasien yang sedang menjalani pengobatan," jelasnya.

Menurut estimasi World Health Organization (WHO), terdapat sekitar 9 juta kasus TB di dunia setiap tahun. Di Indonesia sendiri, diperkirakan ada sekitar 845.000 kasus per tahun, sementara di Sumatera Selatan sekitar 33.733 kasus per tahun. Di Kota Prabumulih, kasus TB diperkirakan mencapai 1.169 per tahun.

Indonesia memiliki target ambisius untuk mencapai eliminasi TB pada tahun 2030. Target ini meliputi penurunan insidensi TB menjadi 65 per 100.000 penduduk. Beberapa indikator keberhasilan yang ditargetkan adalah angka penemuan kasus di atas 90%, keberhasilan pengobatan di atas 90%, dan terapi pencegahan TB (TPT) untuk kontak serumah di atas 68%.

Pemerintah daerah memiliki peran penting dalam penanggulangan TB. Beberapa langkah yang dilakukan antara lain menetapkan kebijakan dan strategi program penanggulangan TB, membentuk Satuan Tugas AIDS, Tuberkulosis, dan Malaria (ATM), serta melakukan koordinasi lintas program dan sektor.

Ruang Laboratorium di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Prabumulih.

Selain itu, peningkatan kemampuan tenaga kesehatan, pemantauan mutu laboratorium, serta monitoring dan evaluasi (monev) dan bimbingan teknis (bimtek) kegiatan penanggulangan TB juga menjadi fokus utama.

Selama tiga tahun terakhir, penemuan kasus TB di Prabumulih menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2022, tercatat ada 579 kasus, kemudian meningkat menjadi 676 kasus pada tahun 2023, dan hingga 5 Agustus 2024, sudah tercatat 488 kasus.

Peningkatan ini berkat kegiatan pemeriksaan kontak serumah penderita oleh Dinas Kesehatan, Puskesmas se-Kota Prabumulih, dan Komunitas Peduli TBC MSS (Masyarakat Sehat Sriwijaya).

Berdasarkan data hasil umpan balik dari Kementerian Kesehatan RI untuk semester pertama tahun 2023, Kota Prabumulih mencatatkan angka keberhasilan pengobatan (Treatment Success Rate) sebesar 92%, yang merupakan peringkat pertama di Provinsi Sumatera Selatan.

Selain TB Sensitif Obat (TB SO), saat ini juga terdapat tantangan besar dengan adanya kasus TB Resisten Obat (TB RO). Penanganan TB RO memerlukan waktu pengobatan yang lebih panjang, yakni antara 9 hingga 11 bulan. Angka penemuan TB RO dipengaruhi oleh utilitas alat Tes Cepat Molekuler (TCM), yang semakin banyak sampel diperiksa, semakin banyak pula kasus TB RO yang ditemukan.

Ruang Laboratorium di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Prabumulih.

Upaya penanggulangan TB di Prabumulih meliputi :

1. Pelayanan TBC gratis di semua Puskesmas dan Rumah Sakit di Kota Prabumulih.

2. Tersedianya 3 alat TCM, dua di RSUD dan satu di Puskesmas Prabumulih Timur.

3. Rumah Sakit Rujukan TB RO di RSUD Kota Prabumulih.

4. Peran Koalisi Organisasi Profesi TB (KOPI TB) dalam mendukung eliminasi TB tahun 2030.

5. Pembentukan SK Satuan Tugas ATM yang ditandatangani oleh Pj. Walikota.

6. Kegiatan investigasi kontak oleh Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan Komunitas Peduli TBC MSS.

7. Pemeriksaan Scin Test dengan menggunakan Tuberkulin.

8. Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) bagi yang terdiagnosis Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB).

"Untuk kendala TPT yang masih rendah, karena masih terdapat penolakan dari pihak keluarga penderita TB yang terindikasi kontak erat yang harus mendapatkan TPT," ungkap Kepala Dinas Kesehatan Prabumulih.

Kepala UPTD Puskesmas Pasar Prabumulih, Yuli Susanti, SKM mengungkapkan, dengan upaya bersama dan kolaborasi lintas sektor, diharapkan angka penularan TB dapat ditekan dan target eliminasi TB pada tahun 2030 dapat tercapai. 

"Dukungan dari seluruh lapisan masyarakat sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan ini," ungkapnya.(ADV)

Posting Komentar

0 Komentar